Skip to main content

MAKALAH KIMIA FISIKA SIFAT KOLIGATIF DAN LARUTAN

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.             Latar Belakang

Sifat koligatif adalah sifat-sifat fisis larutan yang hanya bergantung pada konsentrasi partikel zat terlarut, tetapi tidak pada jenisnya. Sifat koligatif larutan meliputi tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmotik. Sifat koligatif terutama penurunan titik beku dan tekanan osmosis memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa penerapan penurunan titik beku dapat mempertahankan kehidupan selama musim dingin. Penerapan tekanan osmosis ditemukan di alam, dalam bidang kesehatan, dan dalam ilmu biologi adapun penerapanya padaHewan-hewan yang tinggal di daerah beriklim dingin, seperti beruang kutub, mereka memanfaatkan prinsip sifat koligatif larutan penurunan titik beku untuk bertahan hidup. Darah ikan-ikan laut mengandung zat-zat antibeku yang mempu menurunkan titik beku air hingga 0,8oC.

Dengan demikian, ikan laut dapat bertahan di musim dingin yang suhunya mencapai 1,9oC karena zat antibeku yang dikandungnya dapat mencegah pembentukan kristal es dalam jaringan dan selnya. Hewan-hewan lain yang tubuhnya mengandung zat antibeku antara lain serangga , ampibi, dan nematoda. Tubuh serangga mengandung gliserol dan dimetil sulfoksida, ampibi mengandung glukosa dan gliserol darah sedangkan nematoda mengandung gliserol dan trihalose.Berikut ini penjelasan mengenai penerapan sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari.


 

1.2.            Rumusan masalah

 

1.  Apa pengertian sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non elektrolit ?

2.   Bagaimana sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non elektrolit penting untuk kehidupan kita ?

3.   Bagaimana contoh larutan yang termasuk kedalam sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non elektrolit?

1.3.            Maksud dan Tujuan

1.   Mampu memahami arti dari sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan nonelektrolit.

2.   Mampu memahami sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan nonelektrolit penting untuk kehidupan kita

3.   Mampu  memahami contoh larutan yang termasuk kedalam sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan nonelektrolit.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

2.1.      Pengenalan Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit

 

Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut. Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.

Sifat elektrolit dan non elektrolit didasarkan pada keberadaan ion dalam larutan yang akan mengalirkan arus listrik. Jika dalam larutan terdapat ion, larutan tersebut bersifat elektrolit. Jika dalam larutan tersebut tidak terdapat ion larutan tersebut bersifat non elektrolit.

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh lain adalah, bila NaCl dilarutan dalam air akan terurai menjadi ion positif dan ion negatif. Ion positif yang dihasilkan dinamakan kation dan ion negatif yang dihasilkan dinamakan anion. Larutan NaCl adalah contoh larutan elektrolit.

Bila gula dilarutkan dalam air, molekul-molekul gula tersebut tidak terurai menjadi ion tetapi hanya berubah wujud dari padat menjadi larutan.

Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menemukan contoh larutan elektrolit maupun non elektrolit. Contoh larutan elektrolit: larutan garam dapur, larutan cuka makan, larutan asam sulfat, larutan tawas, air sungai, air laut. Contoh larutan non elektrolit adalah larutan gula, larutan urea, larutan alkohol, larutan glukosa.

 

 

 

 

 

2.2.      Sifat Koligatif Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit

 

Sifat-Sifat Koligatif Larutan

·         Adalah sifat larutan encer yang tidak mudah menguap dan hanya tergantung pada jumlah partikel zat terlarut, tidak tergantung pada jenis zat terlarut.

·         Adalah sifat dari larutan yang bergantung pada jumlah volume pelarut dan bukan pada massa partikel.

·         Sifat koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non elektrolit. Apabila suatu pelarut ditambah dengan sedikit zat terlarut

 

(Gambar .1)

·         Maka akan didapat suatu larutan yang mengalami:

ü  Penurunan tekanan uap jenuh

ü  Kenaikan titik didih

ü  Penurunan titik beku

ü  Tekanan osmotik

·         Di dalam suatu larutan banyaknya partikel ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri.

·         Jumlah partikel yang ada dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel yang ada dalam larutan elektrolit, walaupun keduanya mempunyai konsentrasi yang sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit dapat terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak dapat terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan dapat dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit.

 

Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri. Namun sebelum itu kita harus mengetahui hal- hal berikut :

·         Molar, yaitu jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan

·         Molal,yaitu jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg larutan

·         Fraksi mol, yaitu perbandingan mol zat terlarut dengan jumlah mol zat pelarut dan  zat terlarut.

 

2.2.1 Sifat Koligatif Larutan Non elektrolit

 

Sifat koligatif larutan non elektrolit sangat berbeda dengan Sifat koligatif larutan elektrolit, disebabkan larutan non elektolit tidak dapat mengurai menjadi ion – ion nya. Maka Sifat koligatif larutan non elektrolit dapat di hitung dengan menghitung  tekanan uap, titik didih, titik beku, dan tekanan osmosis.

Menurut hukum sifat koligatif, selisih tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku, dan titik didih pelarut murninya, berbanding langsung dengan konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati ideal hanya jika sangat encer.

Meskipun sifat koligatif melibatkan larutan, sifat koligatif tidak bergantung pada interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut, tetapi bergatung pada jumlah zat terlarut yang larut pada suatu larutan. Sifat koligatif terdiri dari penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik.

a.        Penurunan Tekanan Uap

 

Proses penguapan adalah perubahan suatu wujud zat  dari cair menjadi gas. Ada kecenderungan bahwa suatu zat cair akan mengalami penguapan. Kecepatan penguapan dari setiap zat cair tidak sama, tetapi pada umumnya cairan akan semakin mudah menguap jika suhunya semakin tinggi.

Penurunan tekanan uap adalah kecenderungan molekul-molekul cairan untuk melepaskan diri dari molekul-molekul cairan di sekitarnya dan menjadi uap. Jika ke dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut yang sukar menguap dan membentuk suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut saja yang menguap, karena sebagian yang lain penguapannya dihalangi oleh zat terlarut.

Banyak sedikitnya uap diatas permukaan cairan diukur berdasarkan tekanan uap cairan tersebut. Semakin tinggi suhu cairan semakin banyak uap yang berada diatas permukaan cairan dan berarti tekanan uapnya semakin tinggi. Jumlah uap diatas permukaan akan mencapai suatu kejenuhan pada tekanan tertentu, sebab bila tekanan uap sudah jenuh akan terjadi pengembunan, tekanan uap ini disebut tekanan uap jenuh.

Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi penurunan tekanan uap.

     Bila kita memanaskan air (atau zat yang dapat menguap lainnya) dalam ketel yang tertutup, maka ketika air mendidih tutup ketel dapat terangkat, mengapa hal ini terjadi? Apa sebenarnya yang menekan tutup ketel tersebut, air atau uap airnya? Dalam ruang tertutup air akan menguap sampai ruangan tersebut jenuh,yang disertai dengan pengembunan sehingga terjadi kesetimbangan air dengan uap air. 

Terjadinya uap air ini akan menimbulkan tekanan sehingga menekan ketel. Ketika air mendidih (suhu 100°C)banyak air yang menguap sehingga tekanan yang ditimbulkan lebih besar hingga tutup ketel terangkat. Tekanan yang ditimbulkan oleh uap jenuh air ini disebut tekanan uap jenuh air.

Besarnya tekanan uap jenuh untuk setiap zat tidak sama, bergantung pada jenis zat dan suhu.Zat yang lebih sukar menguap, misalnya glukosa, garam,gliserol memiliki uap yang lebih kecil dibanding zat yang lebih mudah menguap, misalnya eter.Bila suhu dinaikkan, energi kinetik molekul-molekul zat bertambah sehingga semakin banyak molekul-molekul yang berubah menjadi gas, akibatnya tekanan uap semakin besar. Perhatikan tekanan uap jenuh air pada berbagai suhu pada,Tabel berikut:

Tabel. Tekanan Uap Jenuh Air pada Berbagai Suhu

Apakah yang dapat Anda simpulkan dari tabel tersebut?

Apa yang terjadi terhadap tekanan uap bila ke dalam air (pelarut) ditambahkan zat terlarut yang sukar menguap?

Bila zat yang dilarutkan tidak mudah menguap, maka yang menguap adalah pelarutnya, sehingga adanya zat terlarut menyebabkan partikel pelarutyang menguap menjadi berkurang akibatnya terjadi penurunan tekanan uap. Jadi, dengan adanya zat terlarut menyebabkan penurunan tekanan uap. Dengan kata lain tekanan uap larutan lebih rendah dibanding tekanan uap pelarut murninya.

Sejak tahun 1887 – 1888 Francois Mario Roult telah mempelajari hubungan antara tekanan uap dan konsentrasi zat terlarut, dan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa besarnya tekanan uap larutan sebanding dengan fraksi mol pelarut dan tekanan uap dari pelarut murninya.

Penurunan tekananuap yang terjadi merupakan selisihdari tekanan uap jenuh pelarut murni(P°) dengan tekanan uap larutan (P).

 

Tekanan uap larutan ideal dapat dihitung berdasar hukum Raoult

Adapun bunyi hukum Raoult yang berkaitan denganpenurunan tekanan uap adalah sebagai berikut.

a. Penurunan tekanan uap jenuh tidak bergantung padajenis zat yang dilarutkan, tetapi tergantung pada jumlahpartikel zat terlarut.

b. Penurunan tekanan uap jenuh berbanding lurus denganfraksi mol zat yang dilarutkan.

 

Hukum Raoult tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

DP = Xt . Po

Keterangan:

DP = penurunan tekanan uap jenuh pelarut

Xt= fraksi mol zat terlarut

P° = tekanan uap pelarut murni

Karena Xt +  Xp = 1, maka: Xt = 1 - Xp, sehingga:

DP = Xt . Po

Po - P  = (1 - Xp) Po

Po - P  = Po - Xp . Po

- P  = Po - Po - Xp . Po

P  =  Xp . Po

 

Keterangan :   P = penurunan tekanan uap

XP = fraksi mol pelarut

Xt= fraksi mol terlarut

P° = tekanan uap jenuh pelarut murni

P = tekanan uap larutan

 

 

 

 

b.    Kenaikan Titik Didih Larutan (∆Tb) dan Penurunan Titik Beku Larutan (∆Tf)

 

Sifat yang berikutnya adalah kenaikan titik didih dan penurunan titik beku. Titik didih larutan selalu lebih tinggi dibandingkan titik didih pelarut. hal sebaliknya berlaku pada titik beku larutan yang lebih rendah dibandingkan pelarut.

Bila suatu zat cair dinaikkan suhunya, maka semakin banyak zat cair yang menguap. Pada suhu tertentu jumlah uap diatas permukaan zat cair akan menimbulkan tekanan uap yang sama dengan tekanan udara luar. Keadaan saat tekanan uap zat cair diatas permukaan zat cair tersebut sama dengan tekanan udara disekitarnya disebut mendidih dan suhu ketika tekanan uap diatas pemukaan cairan sama dengan tekanan uap luar disebut titik didih. Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi kenaikan titik didih dari larutan tersebut.

Hubungan tekanan uap jenuh larutan dengan tekanan uap jenuhkomponen-komponen pada larutan ideal (larutan-larutan encer) dapatdigambarkan sebagai diagram seperti pada Gambar berikut.

                                    

 

 



Garis mendidih air digambarkan oleh garis CD, sedangkan garis mendidih larutan digambarkan oleh garis BG. Titik didih larutan dinyatakan dengan Tb1, dan titik didih pelarut dinyatakan dengan Tbo. Larutan mendidih pada tekanan 1 atm.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa titik didih larutan (titik G) lebih tinggi daripada titik didih air (titik D).Selisih titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni disebut kenaikan titik didih ( ΔTb ).

∆Tb = titik didih larutan – titik didih pelarut

Menurut hukum Raoult, besarnya kenaikan titik didih larutan sebanding dengan hasil kali dari Molalitas larutan (m) dengan kenaikan titik didih molal (Kb).

Oleh karena itu, kenaikan titik didih dapat dirumuskan seperti berikut:

∆Tb = Kb.m danm =  x

 

Maka:

∆Tb = Kb.  x

Keterangan:

∆Tb= kenaikan titik didih

Kb = tetapan titik didih molal

m = molalitas larutan

 g  = massa zat terlarut

 Mr = massa molekul relatif zat terlarut

 P = massa pelarut

 

Berdasarkan gambar di atas (gambar 2), dapat dilihat bahwa tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uappelarut murni. Hal ini menyebabkan titik beku larutan lebih rendah dibandingkan dengan titik beku pelarut murni. Selisih temperatur titik beku pelarut murni l dengan titik beku larutan disebut penurunan titik beku (∆Tf).



Keterangan:

∆Tf= penurunan titik beku

Kf  = tetapan titik beku molal

M = molalitas larutan

 g = massa zat terlarut

Mr = massa molekul relatif zat terlarut

P  = massa pelarut

 

b.        Tekanan Osmotik

 

Sifat koligatif keempat terutama penting dalam biologi sel, sebab peranannya penting dalam transfor molekul melalui membran sel. Membran ini disebut semipermiabel, yang membiarkan molekul kecil lewat tetapi menahan molekul besar seperti protein dan karbohidrat. Membran semi permiabel dapat memisahkan molekul pelarut kecil dari molekul zat terlarut yang besar. Peristiwa bergeraknya partikel (molekul atau ion) melalui dinding semipermeabel disebut osmotik. Tekanan yang ditimbulkan akibat dari tekanan osmotik disebut tekanan osmotik. Besar tekanan osmotik diukur dengan alat osmometer, dengan memberikan beban pada kenaikan permukaan larutan menjadi sejajar pada permukaan sebelumnya.

Osmosis atau tekanan osmotik adalah proses berpindahnya zat cair dari larutan hipotonis ke larutan hipertonis melalui membran semipermiabel. Osmosis dapat dihentikan jika diberi tekanan, tekanan yang diberikan inilah yang disebut tekanan osmotik. Tekanan osmotik dirumuskan:

 

π = nRT

                                                               V

Atau

π = M R T      

Untuk larutan elektrolit ditemukan penyimpangan oleh Vanit Hoff. Penyimpangan ini terjadi karena larutan elektrolit terdisosiasi di dalam air menjadi ion, sehingga zat terlarut jumlahnya menjadi berlipat. Dari sini dibutuhkan faktor pengali atau lumrah disebut faktor Vanit Hoff. Dirumuskan sebagai berikut :

π   = tekanan osmotik

M = konsentrasi molar

R   = tetapan gas ideal (0,082 L atm K   mol  )

T    = suhu mutlak (K)            

 

Tetapan titik beku molal (Kf)

 

Pelarut

Titik beku (oC)

Kf (oC)

Air

Benzena

Fenol

Naftalena

Asam asetat

Kamfer

Nitrobenzena

0

5,4

39

80

16,5

180

5,6

1,86

5,1

7,3

7

3,82

40

6,9

 

Partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit.

Dalam sistem analisis, dikenal larutan hipertonik yaitu larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut tinggi, larutan isotonic yaitu dua larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut sama, dan larutan hipotonik yaitu larutan dengan konsentrasi terlarut rendah. Air kelapa merupakan contoh larutan isotonik alami. Secara ilmiah, air kelapa muda mempunyai komposisi mineral dan gula yang sempurna sehinggga memiliki kesetimbangan elektrolit yang nyaris sempurna setara dengan cairan tubuh manusia. Proses osmosis juga terjadi pada sel hidup di alam.

 

2.2.2        Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Larutan elektrolit memperlihatkan sifat koligatif yang lebih besar dari hasil perhitungan dengan persamaan untuk sifat koligatif larutan nonelektrolit di atas. Perbandingan antara sifat koligatif larutan elektrolit yang terlihat dan hasil perhitungan dengan persamaan untuk sifat koligatif larutan non elektrolit, menurut Van’t Hoff  besarnya selalu tetap dan diberi simbol i (i = tetapan atau faktor Van’t Hoff ). Dengan demikian dapat dituliskan:

i = sifat koligatif larutan eklektrolit dengan kosentrasi m / sifat koligatif larutan nonelektrolit dengan kosentrasi m



Keterangan:

n = jumlah seluruh ion zat elektrolit (baik yang + maupun -)

α = derajat ionisasi larutan elektrolit (untuk elektrolit kuat α = 1)

Sifat koligatif larutan elektrolit dirumuskan sebagai berikut:

a.       ∆P = Xt . Po. i

b.      ∆Tf = m Kf . i

c.       ∆Tb = m Kb . i

d.      π = M . R . T . i

keterangan:

i = 1 + (n-1) α

n = jumlah ion

α = derajat ionisasi

 

Ø  Elektrolit kuat, karakteristiknya adalah sebagai berikut:

 

1. Menghasilkan banyak ion Molekul netral dalam larutan hanya sedikit/tidak ada sama sekali

2.  Terionisasi sempurna, atau sebagian besar terionisasi sempurna

3.  Jika dilakukan uji daya hantar listrik: gelembung gas yang dihasilkan banyak, lampu menyala

4.  Penghantar listrik yang baik

5.  Derajat ionisasi = 1, atau mendekati 1

6.  Contohnya adalah: asam kuat (HCl, H2SO4, H3PO4, HNO3, HF); basa kuat (NaOH, Ca(OH)2, Mg(OH)2, LiOH), garam NaCl

 

Ø  Elektrolit lemah, karakteristiknya adalah sebagai berikut:

1.  Menghasilkan sedikit ion

2.  Molekul netral dalam larutan banyak

3.  Terionisasi hanya sebagian kecil

4. Jika dilakukan uji daya hantar listrik: gelembung gas yang dihasilkan sedikit, lampu tidak menyala

5.  Penghantar listrik yang buruk

6.  Derajat ionisasi mendekati 0

7.   Contohnya adalah: asam lemah (cuka, asam askorbat, asam semut), basa lemah (Al(OH)3, NH4OH), garam NH4CN

 

Sebagai tambahan, larutan non elektrolit memiliki karakteristik sebagai berikut:

1.  Tidak menghasilkan ion

2.  Semua dalam bentuk molekul netral dalam larutannya

3.  Tidak terionisasi Jika dilakukan uji daya hantar listrik: tidak menghasilkan gelembung, dan lampu tidak menyala

4.  Derajat ionisasi = 0 Contohnya adalah larutan gula, larutan alcohol, bensin, larutan urea.

 

2.3.      Koloid

            Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang memiliki sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen.

            Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dan lain-lain.

·         Sistem Koloid

Sistem koloid (selanjutnya disingkat "koloid" saja) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan, misalnya. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi).

Koloid mudah dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, serta  awan  merupakan contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid. Kimia koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri karena kepentingannya.

Sistem koloid berhubungan dengan proses – prose di alam yang mencakup berbagai bidang. Hal itu dapat kita perhatikan di dalam tubuh makhluk hidup, yaitu makanan yang kita makan (dalam ukuran besar) sebelum digunakan oleh tubuh. Namun lebih dahulu diproses sehingga berbentuk koloid. Juga protoplasma dalam sel – sel makhluk hidup merupakan suatu koloid sehingga proses – proses dalam sel melibatkan sitem koloid.

Dalam kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/ homogen. Misalnya saja saat ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/ tepung susu bercampur secara merata dengan air panas. Kemudian, es krim yang biasa dikonsumsi oleh orang mempunyai rasa yang beragam, es krim tersebut haruslah disimpan dalam lemari es agar tidak meleleh.

Jenis-jenis Koloid

Koloid merupakan suatu sistem campuran “metastabil” (seolah-olah stabil, tapi akan memisah setelah waktu tertentu). Koloid berbeda dengan larutan; larutan bersifat stabil. Di dalam larutan koloid secara umum, ada 2 zat sebagai berikut :

         Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut di dalam larutan koloid.

         Zat pendispersi, yakni zat pelarut di dalam larutan koloid.

 


·         Sifat-sifat Koloid Sol


1.      Gerak Brown

Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas( dinamakan gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya beroszillasi di tempat ( tidak termasuk gerak brown ). Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi.

2.      Efek Tyndall

Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.

Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

3.      Adsorpsi koloid

Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. Dimana partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.

4.      Muatan koloid sol

Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel koloid memiliki muatan sejenis (positif dan negatif). Maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Partikel koloid tidak dapat bergabung sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Sistem koloid secara keseluruhan bersifat netral. Berikut penjelasan tentang sumber muatan koloid, kestabilan, lapisan bermuatan ganda, elektroforesis koloid sol, dan proses – proses lainnya pada koloid sol :

Sumber Muatan Koloid Sol

Partikel-partikel koloid mendapat mutan listrik melalui dua cara, yaitu :
Proses adsorpsi Partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Jenis muatan tergantung dari jenis partikel yang bermuatan. Partikel sol Fel (OH)3 kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendisperinya sehingga bermuatan positif, sedangkal partikel sol As2S3 mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Sol AgCI dalam medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebihan akan mengadsorpsi Ag+ sehingga bermuatan positif. Jika anion CI- berlebih, maka sol AgCI akan mengadsorpsi ion CI- sehingga bermuatan positif.

Elektroforesis

Elektroforesis adalah suatu proses untuk menghitung berpindahnya ion atau partikel koloid bermuatan dalam medium cair yang dipengaruhi oleh medan listrik. Yaitu, pergerakan partikel – partikel koloid dalam medan listrik ke masing – masing elektrode. Prinsip kerja elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap hasil industri dengan alat Cottrell.

Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koloid akan mengalami koagulasi dengan cara:

1. Mekanik. Cara mekanik dilakukan dengan pemanasan, pendinginan atau pengadukan cepat.

2. Kimia. Dengan penambahan elektrolit (asam, basa, atau garam). Contoh: susu + sirup masam —> menggumpal lumpur + tawas —> menggumpal

Dengan mencampurkan 2 macam koloid dengan muatan yang berlawanan. Contoh: Fe(OH)3 yang bermuatan positif akan menggumpal jika dicampur As2S3 yang bermuatan negatif.

Koloid Liofol dan Liofob

Berdasarkan sifat adsorpsi dari partikel koloid terhadap medium pendispersinya, kita mengenal dua macam koloid :

Koloid liofil yaitu koloid yang ”senang cairan” (bahasa Yunani : liyo = cairan; philia = senang). Partikel koloid akan mengadsorpsi molekul cairan, sehingga terbentuk selubung di sekeliling partikel koloid itu. Contoh koloid liofil adalah kanji, protein, dan agar-agar.
Koloid liofob yaitu koloid yang ”benci cairan” (phobia = benci). Partikel koloid tidak mengadsorpsi molekul cairan. Contoh koloid liofob adalah sol sulfida dan sol logam.

Koloid Emulsi

Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi:

Emulsi Gas

Emulsi gas dapat disebut juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Pada aerosol cair, seperti; hairspray dan obat nyamuk dalam kemasan kaleng, untuk dapat membentuk system koloid atau menghasilkan semprot aerosol yang diperlukan, dibutuhkan bantuan bahan pendorong/ propelan aerosol, anatar lain; CFC (klorofuorokarbon atau Freon). Aerosol cair juga memiliki sifat-sifat seperti sol liofob; efek Tyndall, gerak Brown, dan kestabilan denganmuatan partikel. Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh partikel-partikel koloid dari sistem koloid kabut à merupakan contoh efek Tyndall pada aerosol cair.

Emulsi Cair

Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat saling melarutkan, dapt juga disebut zat cair polar &zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam air (cth: susu yang terdiri dari lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air), atau emulsi air dalam minyak (cth: margarine yang terdiri dari air yang terdispersi dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak).
Beberapa sifat emulsi yang penting:

Emulsi Padat atau Gel

Gel adalah emulsi dalam medium pendispersi zat padat, dapat juga dianggap sebagai hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol cair. Partikel-partikel sol akan bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang pada proses penggumpalan ini. Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga membentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa berpori yang semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel, yaitu:

Koloid Buih

Buih adalah koolid dengan fase terdisperasi gas dan medium pendisperasi zat cair atau zat padat. Baerdasarkan medium pendisperasinya, buih dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1.      Buih Cair (Buih)

Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdisperasi gas dan dengan medium pendisperasi zat cair. Fase terdisperasi gas pada umumnya berupa udara atao karbondioksida yang terbetuk dari fermentasi. Kestabilan buih dapat diperoleh dari adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorbsi ke daerah antar-fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan.

Ukuran kolid buih bukanlah ukuran gelembung gas seperti pada sistem kolid umumnya, tetapi adalah ketebalan film (lapisan tipis) pada daerah antar-fase dimana zat pembuih teradsorbsi, ukuran kolid berkisar 0,0000010 cm. Buih cair memiliki struktur yang tidak beraturan. Strukturnya ditentukan oleh kandungan zat cairnya, bukan oleh komposisi kimia atau ukuran buih rata-rata. Jika fraksi zat cair lebih dari 5%, gelembung gas akan mempunyai bentuk hamper seperti bola. Jika kurang dari 5%, maka bentuk gelembung gas adalah polihedral.

Beberapa sifat buih cair yang penting:

Struktur buih cair dapat berubah dengan waktu, karena:

Ø  pemisahan medium pendispersi (zat cair) atau drainase, karena kerapatan gas dan zat cair yang jauh berbeda,

Ø  terjadinya difusi gelembung gas yang kecil ke gelembung gas yang besar akibat tegangan permukaan, sehingga ukuran gelembung gas menjadi lebih besar,

- rusaknya film antara dua gelembung gas.

Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar. Bila gaya yang diberikan kecil, maka struktur buih akan kembali ke bentuk awal setelah gaya tersebut ditiadakan. Jika gaya yang diberikan cukup besar, maka akan terjadi deformasi.

2.4       Diagram Biner

·         Pengertian Diagram Fasa

Diagram Fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Tidak seperti struktur logam murni yang hanya dipengaruhi oleh suhu, sedangkan struktur paduan dipengaruhi oleh suhu dan komposisi. Pada kesetimbangan, struktur paduan ini dapat digambarkan dalam suatu diagram yang disebut diagram fasa (diagram kesetimbangan) dengan parameter suhu (T) versus komposisi (mol atau fraksi mol). Diagram fasa khususnya untuk ilmu logam merupakan suatu pemetaan dari kondisi logam atau paduan dengan dua variabel utama umumnya (Konsentrasi dan temperatur). Diagram fasa secara umum dipakai ada 3 jenis :

a.       Diagram fasa tunggal/Uner ( 1 komponen/ Komposisi sama dengan Paduan)

b.      Diagram fasa Biner ( 2 komponen unsur dan temperatur)

c.       Diagram fasa Terner ( 3 komponen unsur dan temperatur)

 

Diagram fasa tunggal memiliki komposisi yang sama dengan paduan, misalnya timbal dan timah. Diagram fasa biner misalnya paduan kuningan ( Cu-Zn), (Cu-Ni) dll.  Diagram fasa terner misalnya paduan stainless steel (Fe-Cr-Ni) dll. Diagram pendinginan merupakan diagram yang memetakan kondisi struktur mikro apa yang anda akan dapatkan melalui dua variabel utama yaitu ( Temperatur dan waktu) disebut juga diagram TTT atau juga dua variabel utama yaitu (temperatur dan cooling rater) disebut juga diagram CCT. Diagram ini berguna untuk mendapatkan sifat mekanik tertentu dan mikrostruktur tertentu, Fasa bainit misalnya pada baja hanya terdapat pada diagram TTT bukan diagram isothermal Fe-Fe3C. Kegunaan Diagram Fasa adalah dapat memberikan informasi tentang struktur dan komposisi fase-fase dalam kesetimbangan.

 

·         Komponen Diagram Fasa

Komponen umum diagram fasa adalah garis kesetimbangan atau batas fase, yang merujuk pada baris yang menandai kondisi di mana beberapa fase dapat hidup berdampingan pada kesetimbangan. Fase transisi terjadi di sepanjang garis dari ekuilibrium. Titik tripel 2 adalah titik pada diagram fase di mana garis dari ekuilibrium berpotongan. Tanda titik tripel kondisi di mana tiga fase yang berbeda dapat ditampilkan bersama. Sebagai contoh, diagram fase air memiliki titik tripel tunggal yang sesuai dengan suhu dan tekanan di mana padat, cair, dan gas air dapat hidup berdampingan dalam keadaan kesetimbangan yang stabil. Titik solidus adalah Garis yang memisahkan bidang semua cairan dari yang ditambah cairan kristal. Titik likuidus adalah Garis yang memisahkan bidang semua cairan dari yang ditambah cairan kristal. Temperatur di atas mana zat tersebut stabil dalam keadaan cair. Terdapat sebuah kesenjangan antara solidus dan likuidus yang terdiri dari campuran kristal dan cairan.

 

·         Kesetimbangan Fasa

Bagian sesuatu yang menjadi pusat perhatian dan dipelajari disebut sebagai sistem. Suatu sistem heterogen terdiri dari berbagai bagian yang homogen yang saling bersentuhan dengan batas yang jelas. Bagian homogen ini disebut sebagai fasa dapat dipisahkan secara mekanik. Tekanan dan temperatur menentukan keadaan suatu materi kesetimbangan fasa dari materi yang sama. Kesetimbangan fasa dari suatu sistem harus memenuhi syarat berikut :

a.       Sistem mempunyai lebih dari satu fasa meskipun materinya sama

b.      Terjadi perpindahan reversibel spesi kimia dari satu fasa ke fasa lain

c.       Seluruh bagian sistem mempunyai tekanan dan temperatur sama

 

Kesetimbangan fasa dikelompokan menurut jumlah komponen penyusunnya yaitu sistem satu komponen, dua komponen dan tiga komponen Pemahaman mengenai perilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Sedangkan persamaan Clausius dan persamaan Clausius Clayperon menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dan perubahan suhu pada sistem satu komponen.

Menurut Tim dosen kimia fisik (2010), pasangan cairan yang bercampur sebagian dapat dibagi dalam empat tipe :

1.      Tipe I , campuran dengan temperatur kelarutan kritis maksimum,misalnya system  air-fenol.

2.      Tipe II , campuran dengan temperatur kelarutan kritis minimum, misalnya system air - trimetil amin.

3.      Tipe III , campuran dengan temperatur kelarutan kritis  maksimum dan  minimum, misalnya system air – nikotin.

4.      Tipe IV , campuran yang tidak mempunyai  temperatur kelarutan kritis.

 

·         Istilah Dalam Kesetimbangan Fasa

            Istilah-istilah dalam kesetimbangan fasa adalah

a.       Fasa, adalah wujud atau keadaan suatu materi

b.      Komponen (C) adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut. Jumlah komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fasa dalam sistem tersebut (Petrucci, 1987).

c.       Derajat Kebebasan, adalah variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut.

d.      Aturan Fasa adalah, aturan yang mengatur hubungan antara jumlah komponen, jumlah fasa dan derajat kebebasan suatu sistem.

Temperature kritis atas adalah batas atas temperatur dimana terjadi pemisahan fase. Diatas temperatur batas atas, kedua komponen benar-benar bercampur.Temperatur ini ada gerakan termal yang lebih besar  menghasilkan kemampuan campur yang lebih besar pada kedua komponen (Oxtobty, 1998).

Beberapa sistem memperlihatkan temperatur kritis Tlc  dimana dibawah temperatur itu kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan diatas temperatur itu  kedua komponen membentuk dua fase. Salah satu contohnya adalah air-trietilamina. Dalam hal ini pada temperature rendah kedua komponen lebih dapat campur karena komponen-komponen itu membentuk kompleks yang lemah, pada temperature lebih lebih tinggi kompleks itu terurai dan kedua komponen kurang dapat bercampur.

 

·         Kegunaan Diagram Fasa

Kegunaan Diagram Fase adalah dapat memberikan informasi tentang struktur dan komposisi fase-fase dalam kesetimbangan. Diagram fase digunakan oleh ahli geologi, ahlikimia, ceramists, metallurgists dan ilmuwan lain untuk mengatur data pengamatan serta dapat digunakan untuk membuat prediksi tentang proses-proses yang melibatkan reaksi kimia antara fase.

 

·         Pengertian Diagram Biner

Diagram biner adalah diagram yang menggambarkan dua jenis fasa dan menunjukkan sifat solubilitas timbal balik  pada suhu tertentu dan tekanan yang sama. Diagram biner adalah diagram yang menunjukkan sistem 2 fasa dari dua zat dalam campuran yang ditunjukkan oleh hubungan temperatur terhadap kosentrasi relatif zat. Dimana pencampuran ini dapat dilakukan dengan menambahkan suatu zat cair ke dalam cairan murni lain pada tekanan tertentu dengan variasi suhu. Pada diagram biner akan terlihat adanya perubahan dari sistem dua fasa menjadi sistem satu fasa.

 

 

 

 

 

 

 

2.5 Zeotrop dan Azeotrop

 

·         Zeotrop

Campuran zeotropik adalah campuran biner (terdiri dari 2 macam larutan) yang sesudah dicampurkan memiliki sifat seperti larutan yang ideal. Campuran dengan sifat ini masih mematuhi Hukum Raoult dimana Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap komponennya akan berbanding lurus dengan fraksi mol larutannya. Titik didih campuran zeotropik berkisar diantara titik didih larutan komponen murninya.             Campuran zeotropik dapat diuraikan menjadi larutan komponen murninya dengan cara destilasi bertingkat. Contoh dari campuran zeotropik ini adalah benzena-toluena.

 

·         Azeotrop

Campuran Azeotropik merupakan campuran dari dua atau lebih larutan (kimia) dengan perbandingan tertentu , dimana komposisi ini tetap / tidak bisa diubah lagi dengan cara destilasi sederhana. Kondisi ini terjadi karena ketika azeotrop di didihkan, uap yang dihasilkan juga memiliki perbandingan konsentrasi yang sama dengan larutannya semula akibat ikatan antarmolekul pada kedua larutannya. Gampangnya, Seperti saat kita mendestilasi memisahkan alkohol dengan etanol. Namun pada hasilnya etanol dengan air tetap bercampur. Kondisi ini terjadi karena ketika azeotrop di didihkan, uap yang dihasilkan juga memiliki perbandingan konsentrasi yang sama dengan larutannya semula akibat ikatan antar molekul pada kedua larutannya.

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENERAPAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

 

3.1 Contoh penurunan titik beku dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

§  Membuat Campuran Pendingin

          Cairan pendingin adalah larutan berair yang memiliki titik beku jauh di bawah 0oC. Cairan pendingin digunakan pada pabrik es, juga digunakan untuk membuat es putar. Cairan pendingin dibuat dengan melarutkan berbagai jenis garam ke dalam air.

          Pada pembuatan es putar cairan pendingin dibuat dengan mencampurkan garam dapur dengan kepingan es batu dalam sebuah bejana berlapis kayu. Pada pencampuran itu, es batu akan mencair sedangkan suhu campuran turun. Sementara itu, campuran bahan pembuat es putar dimasukkan dalam bejana lain yang terbuat dari bahan stainless steel. Bejana ini kemudian dimasukkan ke dalam cairan pendingin, sambil terus-menerus diaduk sehingga campuran membeku.

§  Antibeku pada Radiator Mobil

Di daerah beriklim dingin, ke dalam air radiator biasanya ditambahkan etilen glikol. Di daerah beriklim dingin, air radiator mudah membeku. Jika keadaan ini dibiarkan, maka radiator kendaraan akan cepat rusak. Dengan penambahan etilen glikol ke dalam air radiator diharapkan titik beku air dalam radiator menurun, dengan kata lain air tidak mudah membeku.

§  Antibeku untuk Mencairkan Salju

Di daerah yang mempunyai musim salju, setiap hujan salju terjadi, jalanan dipenuhi es salju. Hal ini tentu saja membuat kendaraan sulit untuk melaju. Untuk mengatasinya, jalanan bersalju tersebut ditaburi campuran garam NaCL dan CaCl2.

Penaburan garam tersebut dapat mencairkan salju. Semakin banyak garam yang ditaburkan, akan semakin banyak pula salju yang mencair.

§  Menentukan Massa Molekul Relatif (Mr)

Pengukuran sifat koligatif larutan dapat digunakan untuk menentukan massa molekul relatif zat terlarut. Hal itu dapat dilakukan karena sifat koligatif bergantung pada konsentrasi zat terlarut. Dengan mengetahui massa zat terlarut (G) serta nilai penurunan titik bekunya, maka massa molekul relatif zat terlarut itu dapat ditentukan.

3.2 Contoh tekanan osmosis dalam kehidupan sehari-hari ,yaitu:

§  Mengontrol Bentuk Sel

Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmosis yang sama disebut isotonik. Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah daripada larutan lain disebut hipotonik. Sementara itu, larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih tinggi daripada larutan lain disebut hipertonik.

Contoh larutan isotonik adalah cairan infus yang dimasukkan ke dalam darah. Cairan infus harus isotonik dengan cairan intrasel agar tidak terjadi osmosis, baik ke dalam ataupun ke luar sel darah. Dengan demikian, sel-sel darah tidak mengalami kerusakan.

§  Mesin Cuci Darah

Pasien penderita gagal ginjal harus menjalani terapi cuci darah. Terapi menggunakan metode dialisis, yaitu proses perpindahan molekul kecil-kecil seperti urea melalui membran semipermeabel dan masuk ke cairan lain, kemudian dibuang. Membran tak dapat ditembus oleh molekul besar seperti protein sehingga akan tetap berada di dalam darah.

 

 

 

 

 

§  Pengawetan Makanan

Sebelum teknik pendinginan untuk mengawetkan makanan ditemukan, garam dapur digunakan untuk mengawetkan makanan. Garam dapat membunuh mikroba penyebab makanan busuk yang berada di permukaan makanan.

§  Membasmi Lintah

Garam dapur dapat membasmi hewan lunak, seperti lintah. Hal ini karena garam yang ditaburkan pada permukaan tubuh lintah mampu menyerap air yang ada dalam tubuh sehingga lintah akan kekurangan air dalam tubuhnya.

§  Penyerapan Air oleh Akar Tanaman

Tanaman membutuhkan air dari dalam tanah. Air tersebut diserap oleh tanaman melalui akar. Tanaman mengandung zat-zat terlarut sehingga konsentrasinya lebih tinggi daripada air di sekitar tanaman sehingga air dalam tanah dapat diserap oleh tanaman.

§  Desalinasi Air Laut Melalui Osmosis Balik

Osmosis balik adalah perembesan pelarut dari larutan ke pelarut, atau dari larutan yang lebih pekat ke larutan yang lebih encer. Osmosis balik terjadi jika kepada larutan diberikan tekanan yang lebih besar dari tekanan osmotiknya.

Osmosis balik digunakan untuk membuat air murni dari air laut. Dengan memberi tekanan pada permukaan air laut yang lebih besar daripada tekanan osmotiknya, air dipaksa untuk merembes dari air asin ke dalam air murni melalui selaput yang permeabel untuk air tetapi tidak untuk ion-ion dalam air laut. Tanpa tekanan yang cukup besar, air secara spontan akan merembes dari air murni ke dalam air asin.

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

CONTOH SOAL

 

 

4.1. Sifat Koligatif Larutan NonElektrolit

a. Penurunan tekanan uap

 

1.      Fraksi mol urea dalam air adalah 0,5. Tekanan uap air pada 20°C adalah 17,5 mmHg.

Berapakah tekanan uap jenuh larutantersebut pada suhu tersebut?

Penyelesaian:

Diketahui :      Xt= 0,5

Po = 17,5 mmHg

Ditanya : P ...?

Jawab :

ΔP       = Xt.Po

= 0,5 .17,5 mmHg

            = 8,75 mmHg

 

P          = PoΔP

= 17,5 mmHg – 8,75 mmHg

                                    = 8,75 mmHg

 

 

 

 

 

2.      Tekanan uap air pada 100oC adalah 760 mmHg. Berapakah tekanan uap larutan glukosa 18% pada 100oC? (Ar H= 1 ; C=12 ; O=16)

Jawab :

 

      Glukosa 18% = 18/100 x 100 gram = 18 gram.

      Air (pelarut) = (100 – 18) = 82 gram.

 

 

 


Xp =

                                                                                                                                                                                                                                               

 

Jadi tekanan uap glukosa :

P = Xp. Po

                                                P = 0,978 x 760

= 743,28 mmHg

 

 

b. Kenaikan titik didih dan Penurunan titik beku

 

1.      Natrium hidroksida 1,6 gram dilarutkan dalam 500 gram air. Hitung titik didih larutan tersebut! (Kb air = 0,52 °Cm-1, Ar Na = 23, Ar O = 16, Ar H = 1)

Penyelesaian:

Diketahui :      m = 1,6 gram

p = 500 gram

Kb = 0,52 °Cm-1

Ditanya : Tb ...?

Jawab :            ΔTb = m Kb

                                =

= -1

        = 0,04 x 2 x 0,52 °C m-1

                                = 0,0416 °C

                              Tb  = 100 °C + ΔTb

= 100 °C + 0,0416 °C

= 100,0416 °C

Jadi, titik didih larutan NaOH adalah 100,0416 °C.

 

c. Tekanan Osmotik

    1. Seorang pasien memerlukan larutan infus glukosa. Bila kemolaran cairan tersebut 0,3 molar pada suhu tubuh 37 °C, tentukan tekanan osmotiknya! (R = 0,082 L atm mol-1K-1)

Penyelesaian: 

Diketahui :      M = 0,3 mol L–1

T = 37 °C + 273 = 310 K

R = 0,082 L atm mol-1K-1

Ditanya : π ...?

Jawab :

π = 0,3 mol L-1 × 0,082 L atm mol-1K-1 × 310 K

= 7,626 atm

 

 

 

4.2 Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

 

1.      Pada suhu 37 °C ke dalam air dilarutkan 1,71 gram Ba(OH)2 hingga volume 100 mL (Mr Ba(OH)2 = 171). Hitung besar tekanan osmotiknya! (R = 0,082 L atm mol-1K-1)

Penyelesaian:

Diketahui :      m = 1,71 gram

V = 100 mL = 0,1 L 

Mr Ba(OH)2 = 171

R = 0,082 L atm mol-1K-1

T = 37 °C = 310 K

Ditanya : π ...?

Jawab :            Ba(OH)2 merupakan elektrolit.

Ba(OH)2Ba2+ + 2 OH¯, n = 3

mol Ba(OH)2 =  = 0,01 mol

M =

                        =  = 0,1 mol L-1

π = M × R × T × I

= 0,1 mol L-1 × 0,082 L atm mol-1K-1 × 310 K × (1 + (3 –1)1)

                         = 7,626 atm

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

5.1. KESIMPULAN

1.      Satuan konsentrasi yang digunakan dalam penentuan sifat koligatif larutan antara lain molalitas, molaritas, dan fraksi mol. Sifat koligatif adalah sifat-sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya bergantung pada jumlah zat terlarut dalam larutan.

2.      Sifat koligatif larutan meliputi penurunan tekanan uap ( ΔP ), kenaikan titik didih (ΔTb ), penurunan titik beku ( ΔT f ), dan tekanan osmotik (π ).

3.      Sifat koligatif larutan nonelektrolit dapat dirumuskan sebagai berikut.

- ΔP = xAX P0

-ΔTb = m X Kb

- ΔTf = m X Kf

- π =M x R xT

4.      Besarnya sifat koligatif larutan elektrolit sama dengan larutan nonelektrolit dikalikan dengan faktor Van't Hoff (i).

5.      Harga faktor Van't Hoff adalah 1 + (n – 1)α .

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta : Erlangga

Brady, James.1986. Kimia Universitas Asas dan Struktur.Jakarta : Erlangga

Hardjono. 2001. Kimia Dasar. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Keenan, Klenifelter. 2000. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Gramedia.

Oxtoby david w, dkk . 2001. Prinsip- Prinsip Kimia Modern. Surabaya : Erlangga.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : Institut Tekhnologi Bandung

http://sahri.ohlog.com/larutan-elektrolit-dan-non-elektrolit.cat3416.html

http://www.scribd.com/doc/7244500/Kebutuhan-Cairan-Dan-Elektrolit.html

http://taharuddin.com/keseimbangan-cairan-dan-elektrolit.html diakses pada senin, 10 Desember 2013 pukul 15.00 WIB.

 

 

 

 

Artikel Terkait

Comments

© SOURCESPAGE Design by Seo v6