KATA PENGANTAR
Terpujilah Allah, dengan segala Kemutlakan-Nya, Penciptaan-Nya, kekuasaan dan kekuatan-Nya, Kesucian-Nya, Kemurahan-Nya dan segala ke-Maha-an yang hanya Milik-Nya semata, yang tiada sesuatu kekuatan pun yang bisa menandingi-Nya. Keagungan, kehormatan dan kesejahteraan tertuju pula kepada pembawa risalah-Nya, Rasulullah SAW.
Alhamdulillah, dengan segala kerendahan hati,
atas rahmat dan karunia yang telah diberikan Allah SWT, penulis berhasil
menyelesaikan penulisan Mata Kuliah Arbitrase yang diberi judul: “Isu-Isu
Kontemporer” dengan acuan untuk
mengetahui masalah-masalah seperti :
1. Apa Saja Isu-Isu Kontemporer ?
Tentu
saja makalah ini masih memiliki keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena
itu koreksi, saran dan kritik membangun dari para pembaca akan menjadi
pendorong penulis untuk terus menerus melakukan perbaikan dan pengembangan pada
masa-masa yang akan datang.
Pada
kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Pendidikan Kesenian
dan rekan-rekan mahasiswa dan khususnya yang secara langsung memberikan
dorongan dan dukungan atas terselesaikannya makalah ini.
Akhirnya,
dengan segala kelebihan dan kelemahan yang terdapat dalam makalah ini, kritik
dan saran penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Tasikmalaya,
November 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di
era globalisasi saat ini, banyak berbagai permasalahan kehidupan yang terjadi.
Segala kejadian yang terus menerus terjadi baik dari segi permasalahan sosial
yang berkaitan dengan agama, suku, dan kebudayaan. Isu-isu kontemporer tersebut
sebenarnya dalam islam tidaklah dikenal, namun seringkali dijadikan sebagai
problematika permasalahan dalam sosial, dikaitkan dengan islam karena arti
sebenarnya dari istilah yang termasuk dalam isu-isu kontemporer tersebut
merupakan hal yang terkadang bertolak belakang dari ajaran agama islam. Berbagai
isu-isu kontemporer yang awal mulanya timbul dari bangsa barat yang hingga saat
ini masih sering kita dengar, lihat dan saksikan diberbagai media yang tidak
jarang berupa buku, majalah, koran, televisi, radio dan media yang sekarang
sudah bebas untuk kita akses yaitu internet.
Jika
dikaitkan Islam dan isu-isu kontemporer tidak jarang menimbulkan banyak
spekulasi yang bermunculan dari berbagai pihak baik dari ormas-ormas islam yang
menolak keras terhadap isu-isu kontemporer tersebut, maupun ulama-ulama besar
islam. Pemikiran yang bertolak belakang dengan islam malah menimbulkan
ke-antian terhadap negeri barat itu karena dianggap bahwa istilah-istilah
tersebut berasal dari tradisi-tradisi barat. Perkembangan islam di
Indonesia memiliki mata rantai yang cukup berliku. Sementara islam di nusantara
ini memiliki kompleksitas persoalan, dan dari sini islam hadir dengan membawa
wajah tatanan baru dalam masyarakat yang tidak terbentur dengan realitas
sosial, budaya, tatanan politik dan tradisi keagamaan. Dalam perkembangannya
upaya reaktualisasi diharapkan dapat menjawab problematika kemasyarakatan dan
sebagai manifestasi agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam dinamis
yanng diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah kontemporer yang terjadi
diberbagai wilayah Indonesiamisalnya Fundamentalisme Islam, Modernisme
versus Konservatisme, Islam dan HAM, Ahmadiyah, dll.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini.
1. Apa
saja isu-isu kontemporer?
2. Bagaimana
isu-isu kontemporer fundamentalisme Islam?
3. Bagaimana
isu-isu kontemporer moderenisasi versus konservatisme?
4. Bagaimana
isu-isu kontemporer Islam dan HAM ?
5. Bagaimana
isu-isu kontemporer Ahmadiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ISU-ISU
KONTEMPORER
Isu-isu
global kontemporer adalah isu yang berkembang serta meluas setelah Perang
Dingin berakhir pada era 1990-an. Pengertian mengenai isu-isu global
kontemporer terkait erat dengan sifat dari isu-isu tersebut yang tidak lagi
didominasi oleh hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman perang nuklir,
persaingan ideologi antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-Leninisme dan
diplomasi krisis. Masyarakat internasional kini dihadapkan pada isu-isu global
yang terkait dengan “Tatanan Dunia Baru” (New World Order). Isu-isu mengenai
persoalan-persoalan kesejahteraan ini berhubungan dengan Human Security antara
negara-negara maju (developed) dengan negara-negara berkembang (developing
countries) serta masalah lingkungan.
Isu-isu
global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru ancaman
keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang Dingin menjadi
suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman dalam bentuk baru ini
bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu negara terhadap
negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-state actor dan
ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara yang mengancam
keamanan umat manusia (Human Security).
Ancaman
tersebut dapat berupa tindakan terorisme atau kejahatan transnasional yang
terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC), kesejahteraan (kemiskinan),
degradasi lingkungan, konflik etnis dan konflik komunal yang berdimensi
internasional, hutang luar negeri, dan sebagainya. Berkembangnya isu-isu global
merupakan akibat dari perkembangan ancaman dan berbagai persoalan kontemporer
yang bersifat nonkonvensional, multidimensional, maupun transnasional tersebut.
Meluasnya persoalan global kontemporer ini juga didorong oleh perkembangan
teknologi, terutama teknologi informasi dalam era globalisasi pasca Perang
Dingin. Dengan demikian, isu-isu global kontemporer dengan sifat-sifat utamanya
tersebut telah mengalami transformasi yang menggeser persepsi mengenai ancaman
keamanan yang bersifat konvensional.
Berbeda
dengan isu-isu global kontemporer yang berkembang setelah Perang Dingin
berakhir, ancaman keamanan konvensional sebelumnya telah mendominasi isu-isu
politik internasional selama era Perang Dingin dengan hanya berorientasi
terhadap ancaman militer atau perluasan ideologis dari persaingan dua negara
adidaya dalam sistem internasional. Persoalan-persoalan yang dikategorikan
sebagai isu ancaman nonmiliter/nontradisional di antaranya adalah:
1. Degradasi
lingkungan,
2. Kesejahteraan
ekonomi,
3. Organisasi
kriminal transnasional,
4. Migrasi
penduduk.
2.2 FUNDAMENTALISME
ISLAM
a. Pengertian
Fundamentalisme
Fundamentalisme
adalah paham atau
pemikiran yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai
dasar-dasar atau asas-asas. Secara etimologi fundamentalisme berasal
dari kata fundamental yang berarti hal-hal yang mendasar atau asas-asas.
Sebagai sebuah gerakan (komunitas) keagamaan, fundamentalis dipahami sebagai
penganut gerakan keagamaan yang bersifat reaksioner, yang memiliki doktrin
untuk kembali kepada ajaran agama yang asli seperti tersurat dalam kitab suci.
Gagasan dan posisi umat beragama yang mengacu pada istilah “fundamentalisme”
tampaknya masih perlu dielaborasi lebih jauh lagi.
Kontroversi
mengenai istilah “fundamentalisme” berasal dari kenyataan bahwa istilah
tersebut bukan berasal dari islam atau agama-agama lainnya, melainkan berasal
dari agama Kristen protestan. Pandangan dasar yang menandai gerakan
fundamentalisme protestan ini adalah bahwa orang harus berpegang teguh pada
kitab suci secara leterlek, lebih-lebih dalam menghadapi pandangan
evolusionisme Darwin yang pada saat itu ramai dibicarakan kalangan
agama (Mujiburrahman, 208).
Tetapi,
walaupun asal-usul istilah fundamentalisme itu bukan berasal dari islam,
sebagian sarjana dapat menerimanya untuk dipakai dalam rangka menjelasakan
fenomena tertentu dari gerakan islam dengan catatan bahwa istilah itu tidak
dipakai sebagai cap atau label untuk mendiskreditkan islam sebagaimana yang
sering kali dilakukan oleh media massa melainkan sebagai sebuah konsep akademik
yang netral. Selain istilah “fundamentalisme islam” beberapa sarjana juga
menggunakan istilah “islamisme” sebagai padanannya, sementara yang lain mencoba
menggunakan istilah lain seperti “revivalisme”. Sementara itu banyak sarjana
yang menilai bahwa fenomena gerakan fundamentalisme islam sebenarnya adalah
gerakan politik sehingga mereka menyebutnya dengan “islam politik”.
Adanya
fundamentalisme dalam agama juga telah memunculkan bebera organisasi kemasyarakatan.
Lebih tepatnya bukan organisasi tetapi majelis ilmu, karena didalamnya juga
membahas kajian-kajian tentang islam.
Menurut
Tarmizi taher dalam bukunya menyatakan bahwa, krisis yang muncul dalam
negara-negara yang baru ini memberi ruang bagi sementara kalangan agamawan
untuk membentuk gerakan-gerakan radikal. Mereka berusaha menolak tatanan yang
ada, baik sistem negara, hukum dan kebudayaan, untuk kemudian diganti dengan
sistem islam. Penolakan mereka sangat radikal, dan begitu juga konsep kehidupan
yang mereka tawarkan. Berbeda dari kaum revevalis yang sekadar ingin
mengembalikan kemurnian islam atau kaum reformis yang bertujuan memodernisasi
islam, kalangan radikalis memepercayai kesempurnaan islam bagi seluruh dimensi
kehidupan. Oleh karenanya, mereka terus berusaha mengganti semua institusi
sosial, ekonomi, budaya dan politik dengan model islam (Tarmizi,
1998). Memang benar adanya bahwa ketika tingkat emosi keagamaan itu muncul
maka benar dikatakan bahwa umat islam hanya menginginkan islam sebagai aturan
hidup, bukan hanya dalam proses peribadatan saja, namun mencakup lingkup
sosial, budaya, dan agama. Ketika disandingkan dengan islam, sesungguhnya islam
telah mengatur semua tatanan hidup manusia baik dari segi aturan ekonomi,
hukum, sosial, kebudayaan, dan lain-lain. Kesempurnaan yang dimiliki oleh islam
yang tidak dimiliki oleh agama lain sangat dirasakan bagi seorang yang
mendalami betul arti islam, menerapkan dalam kehidupan, cara berpikir dan
berpandang. Sehingga tidak heran jika dikatakan bahwa kelompok yang menolak
berbagai tatanan pemerintahan yang ada dan menggantinya dengan
sistem islam mengetahui bahwa esensi islam itu sendiri. Jadi tidak dapat
kita menyalahkan terhadap hal tersebut.
Namun
demikian, dengan tidak terwujudnya masyarakat yang adil, para penguasa muslim
dianggap sebagai penerus kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik
yang pada abad pertengahan 1970-an, telah mengantarkan pada krisis yang
memunculkan gerakan-gerakan fundamentalis (Haideh, 2004). Gerakan-gerakan
inilah yang sering memunculkan banyak spekulasi bahkan
gerakan-gerakan ini dianggap sebagai teror kancah politik. Tampaknya, sampai
dimanapun perdebatan ini akan senantiasa ada, namun yang jelas untuk sementara
waktu bahwa berbagai peristiwa teror, bom bunuh diri dan lain-lain sejenisnya
akhir-akhir ini selalu diidentikan dengan islam (Abbas, 2008).
b. Perspektif
Islam Terhadap Fundamentalisme
"Menurut istilah ushuliyah “fundamentalisme”.
Kita hanya mendapatkan kata dasar istilah itu, yaitu al-ashlu dengan
makna “dasar sesuatu “ dan “kehormatan” . bentu pluralnya adalah ushul. Dalam
Al-Qur’anul Karim disebutkan (Imarah, 1999). Berikut beberapa Ayat yang
menyangkut dengan hal tersebut.
Artinya: Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.
(QS. Ibrahim:24). Dari ayat diatas, warisan keilmuan islam dan
peradabannya, serta kamus-kamus arab yang tidak mengenal istilah ushuliyah‘fundamentalisme’
dan pengertian-pengertian yang dikenal Barat atas istilah ini Agama islam
sebagai sebuah intuisi kebenaran oleh seluruh
lapisan. memiliki peranan penting bagi kelangsungan gerakannya dan
menjadi sebuah mekanisme internal yang terpenting dalam perkembangannya, karena
memuat seperangkat doktrin yang dirumuskan dalam sebuah maksud dan tujuan
gerakan yang diantaranya adalah fundamentalisme yang digunakan untuk menyebut
gerakan keagamaan dalam berbagai karya tulis, telah menjadi istilah yang sangat
popular dan bahkan controversial. Meskipun pada mulanyafundamentalisme
menunjuk sebuah fenomena gerakan Kristen Protestan , namun sekarang
istilah ini secara luas dipakai untuk menyebut gerakan yang terjadi
dikalangan masyarakat Islam, Katolik, (sunni, syiah), Yahudi, Hindu
Budha dan Zoroaster.
Meskipun demikian,
jika makna fundamentalisme itu ditekankan pada originalitas sumber serta
prinsip-prinsip dasar ajaran islam terdapat kelompok kecil aliran pemikiran
dalam islam,tapi secara intelektual sangat penting, yang bisa dideskripsikan
sebagai fundamentalisme. Kelompok ini berpendapat bahwa Al-Quran dan
Sunnah merupakan pokok sumber ajaran islam dan mengikat untuk dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari, bahwa produk pemikiran keagamaan klasik dan
pertengahan tidak mengikat, bahwa dalam beberapa hal produk pemikiran ini
mengakibatkan kemalasan berpikir dalam islam, bahwa selama masa kekaisaran
islam, banyak penguasa muslim mengakomodasi terlalu banyak tradisi lokal yang
non islam, bahwa paling tidak terdapat tarekat sufi terlibat dalam
praktik-praktik ajaran non islam, bahwa mengkultuskan diri seseorang dinilai
sebagai politeisme, dan bahwa setiap muslim harus mempelajari dan mengamalkan
Al-Quran dan Sunnah.
2.3 Modernisme
versus Konservatisme
Kata-kata
"modern", seperti kata lainya yang berasal dari barat,
telah di pakai dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata
modern diartikan sebagai yang terbaru, secara baru, mutakhir. Selanjutnya
kata modern erat pula kaitanya dengan modernisasi yang berarti pembaharuan
atau dalam bahasa arabnya biasa dikenal dengan istilah tajdid.
Modernisasi
mulai diperbincangkan pada abad ke-17. Ini terjadi sebagai efek dari
inovasi di masa renaissance yang merubah paradigma masyarakat dunia. Kala
itu, kata ini hanya dipahami sebagai proses perubahan menuju sistem
sosial, ekonomi dan politik yang berkembang di Amerika dan Eropa barat. Lama
kelamaan kata ini beralih menjadi westernisasi atau pembaratan.
Secara
teoritis, kata ini juga diartikan sebagai suatu bentuk
perubahan sosial. Modernisasi juga merupakan direct change
(perubahan terarah) yang pada hakekatnya masuk dalam ranah
kajian social planning (perencanaan sosial).
Konservatisme
adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah
ini berasal dari kata dalam bahasa latin, conservare, melestarikan, menjaga,
memelihara dan mengamalkan.
Sebagaimana
yang diketahui arti dari konservatisme adalah filsafat politik yang didukung
oleh nilai-nilai tradisional. Dimana pemikiran konservatisme dianggap biang
dari segala kebekuan pemikiran, sehingga seseorang yang memiliki pemikiran
konservatif tidak akan maju. Apabila pada islam diterapkan pemikiran
konservatif maka islam dipandang sebagai agama yang terbatas pemikirannya,
kampungan dan irasional.
Menurut
Dr. Deliar Noer, mantan ketua umum PB-HMI yang juga pakar politik. Beliau
mengingatkan muslim agar bisa meresponi modernisasi secara kreatif, seorang
muslim haruslah terlebih dahulu berusaha mengatasi masalah-masalah internal
umat islam seperti tradisi mengikuti konsepsi-konsepsi abad pertengahan secara
taklid buta serta mengikuti kecenderungan beberapa praktik-praktik sufi. Dalam
pandangan Deliar, jika umat islam belum bisa membebaskan diri dari persoalan
tradisionalisme dan eksklusivisme dalam berpikir, akan menemui banyak hambatan
dalam meresponi modernisasi. Persoalan mendasar yang penting, menurut Deliar
adalah bagaimana umat islam dapat berbuat dan berfungsi hingga sampai pada
suatu sikap modern dalam menghadapi tantangan zaman, jika umat islam benar-benar
yakin bahwa islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari
pandangan Deliar diatas, dapat diuraikan bahwasannya Deliar mengajak umat islam
untuk bersikap positif terhadap perkembangan zaman pada saat ini. Karena dengan
terus berkembangnya zaman modern sekarang tidak harus dilihat sebagai sesuatu
yang bertentangan dengan islam. Apabila seorang muslim mempunyai pemikiran
konservatif atau tradisional maka umat islam tidak akan bisa berperan atau
berfungsi pada zaman modern ini serta tidak akan pernah maju dalam berpikir.
Apabila
suatu pemerintahan menjadi sebuah pemerintahan konservatif, maka pemerintahan
tersebut akan gagal menjadi pemerintahan yang berhasil. Karena keterbatasannya
dalam berpikir serta mengancam suatu Negara yang memiliki karakter plural dan
toleran. Pada suatu Negara tidak hanya ada satu agama tetapi bermacam-macam
agama, apabila dalam suatu Negara menggunakan pemikiran konservatif maka pada
Negara tersebut akan terus terjadi peperangan antar agama, karena saling
membenarkan ajaran sesama agama serta tidak adanya rasa toleran terhadap antar
agama.
2.4 ISLAM
DAN HAM
Hak
asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang di bawa dari sejak
lahir sebagai anugrah dari Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa.
Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang bersifat
kodrati. HAM dalam islam lebih dikenal dengan istilah huquq al-insan
ad-dhoruriyyah dan huquq Allah. Dalam islam huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan
huquq Allah tidak dapat dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya
keterkaitan satu dengan yang lainnya. Inilah yang membedakan konsep Barat
tentang HAM dengan konsep Islam.
Dalam
Al-quran Allah menjamin hak-hak manusia, seperti:
a. Islam
melarang umatnya untuk membunuh (QS. Al- An'am (6):151).
b. Melindungi
hak hidup (QS. Al-Baqarah (2):195 ).
c. Hak
merdeka beragama agama (QS. Yunus (10):99).
d. Memperoleh
hak nya (QS. An-Nisa (4):2)
e. Hak
memilh pekerjaan yang layak (QS. Al-Mulk (67):15)
f. Hak
mendapatkan pelajaran (QS. At-Taubah (9):122).
2.5 Ahmadiyah
Gerakan
Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India. Mirza lahir 15 Februari
1835 M. Dan meninggal 26 Mei 1906 M di india. Misi jemaat Ahmadiyah pertama
kali masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Latar-belakangnya adalah sikap
keingin-tahuan beberapa pemuda Indonesia yang berasal dari pesantren/madrasah
Thawalib Padang Panjang Sumatra Barat.
Thawalib
yang beraliran modern berbeda dengan institusi-institusi Islam Ortodox pada
masa itu. Misalnya para santrinya tidak hanya mendalami Bahasa Arab maupun Arab
Melayu tetapi juga sudah diperkenankan membaca tulisan latin. Beberapa
santrinya membaca di dalam sebuah surat-kabar tentang orang Inggris yang masuk
Islam di London melalui seorang Da’i Islam berasal dari India Khwaja
Kamaluddin. Hal ini sangat menarik perhatian mereka. dan inilah yang mendorong
beberapa santri. Untuk mencari tokoh itu. Zaini Dahlan, Abu Bakar Ayyub, dan
Ahmad Nuruddin adalah tiga orang Santri Thawalib yang berangkat. Mereka sampai
di Lahore masa itu masih India kini masuk wilayah Pakistan pada tahun 1923.
Dari
Lahore mereka lebih dalam masuk ke Qadian dan berdialog dengan pimpinan Jemaat
Ahmadiyah pada saat itu Khalifatul Masih Ii Ra. Dan akhirnya mereka Bai’at dan
Belajar Di Qadian mendalami Ahmadiyah. Atas permohonan mereka kepada Khalifatul
masih Ii maka dikirimlah utusan pertama jemaat Ahmadiyah ke Indonesia pada
tahun 1925. Pusat jemaat Ahmadiyah indonesia sejak tahun 1935 berada di
jakarta. Dan pada tahun 1987 pindah ke parung, Bogor. Ahmadiyah masuk di
indonesia tahun 1935, kini sudah mempunyai sekitar 200 cabang, terutama di
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Palembang, Bengkulu, Bali.
Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah yang bertentangan dengan Islam. Berdasarkan Dalil
Aqli
a. Mirza
Ghulam Ahmad mengakui dirinya Nabi dan Rosul utusan Tuhan. Dia mengaku dirinya
menerima wahyu yang turunnya di india. kemudian wahyu-wahyu Itu dikumpulkan
seluruhnya sehingga merupakan sebuah kitab suci dan mereka beri nama kitab suci
Tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari pada kitab suci Al-Qur’an.
b. Mereka
meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya dengan kitab suci
Al-Qur’an karena sama-sama wahyu dari Allah.
c. Wahyu
tetap turun sampai hari kiamat begitu juga nabi dan rasul tetap diutus sampai
hari kiamat juga.
d. Mereka
mempunyai tempat suci sendiri yaitu Qadian dan Rabwah.
e. Mereka
Mempunyai Surga Sendiri Yang Letaknya Di Qadian dan rabwah dan sertivikat
kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang sangat mahal.
f. Wanita
Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukan Ahmadiyah, tetapi lelaki
Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan yang bukan Ahmadiyah.
g. Tidak
boleh bermakmum dengan dibelakang imam yang buka Ahmadiyah. Ahmadiyah Mempunyai
Tanggal, Bulan, Dan Tahun Sendiri, Yaitu
1.
Bulan,
a. Tabligh
b. Aman
c. Syahadah
d. Hijrah
e. Ikhsan
f. Wafa
g. Zuhur
h. Tabuk
i. Ikha
j. Nubuwah
k. Fatah.
Nama
Tahun Mereka Adalah Hijri Syamsi (Disingkat Hs). Ajaran mereka
menganggap kita (yang bukan pengikut ahmadiyyah itu kafir. Makanya hal
itulah yang bertentangan dengan akidah islam yang benar.
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Islam
dan isu-isu kontemporer merupakan dua hal yang berbeda, namun jika dilihat dari
cara pandang yang berbeda dari masing-masing pihak, maka akan menimbulkan
perspektif atau spekulasi yang berupa interpretasi berbeda pula. Meskipun secara
arti dan asal-usul bersumber memang bukan dari islam, tapi tidak salah jika
kita lebih teliti dan jeli dalam menaggapi isu-isu kontemporer yang ada jika
ingin mengaitkannya dengan islam.
Isu-isu
global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru ancaman
keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang Dingin menjadi
suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman dalam bentuk baru ini
bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu negara terhadap
negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-state actor dan
ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara yang mengancam
keamanan umat manusia (Human Security).
5.2 Saran
Kenyataan bahwa
kajian Islam tidak hanya dilakukan oleh muslim saja tetapi juga nonmuslim
meniscayakan adanya fungsi evaluasi kritis pihak pertama terhadap pihak kedua.Meminjam pendapatnya Rauf bahwa Barat sebagai pengkaji Islam
harus melepaskan “pra-anggapan” dan menghiraukan pendapat dan suara umat muslim
atas dirinya. Bahkan, menurutnya, untuk mengkaji Islam, khususnya terkait
keimanan dan ajaran, para Sarjana Barat harus menggunakan metode yang digunakan
oleh Umat Islam atau dibiarkan begitu saja sebagaimana yang dikatakan oleh umat
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Tarmizi Taher dan
Eddy Kristiyanto, dkk. 1998. Radikalisme Agama. Jakarta.
PPIM-IAIN.
Haideh Moghissi.
2004. Feminisme dan Fundamentalisme Islam. Yogyakarta. LKiS
Yogyakarta.
Abbas T. 2008. Metodologi
Studi Islam. Kendari. CV. Sahdar.
Dr. Muhammad Imarah. 1999. Fundamentalisme
dalam Perspektif Barat dan Islam. Jakarta. Gema Insani.
Website: http://
Pesantren IAIN SA Urgensi Peradaban Dunia Islam Modern.html
Comments
Post a Comment